Sekapur Sirih
2/2
2/2
Di dalam
buku-buku ini ada beberapa cuplikan transkrip (termasuk
terjemahannya). Kami tidak berpegang pada terjemahan ini kecuali
sebagai perbandingan saja. Perlu diketahui bahwa ada
kesalahan-kesalahan penterjemahan pada buku-buku terjemahan di atas
(selain referensi no. 4 di atas), sebagai contohnya sebagai berikut
:
-
Dalam buku al-Manhajus Salaf ‘indal Albani hal. 93, dikatakan bab ash-Sholatu wat Tarahum ‘ala ahlil bida’ (Sholat dan mendo’akan rahmat bagi ahli bid’ah), namun dalam buku terjemahnnya “Albani dan Manhaj Salaf”, Ustadz Ahmad Yuswaji menterjemahkan dengan “Sholat dan Silaturrahim dengan Ahlul Bid’ah” (hal. 87). Padahal sungguh jauh makna antara tarahum dengan sillaturrahim.
-
Dalam buku al-Manhajus Salaf ‘indal Albani hal. 90, tentang penyebutan pepatah Syam dikatakan, Anta musakkirun wa ana mubaththilun (Jika kamu menutup pintu masjid maka aku tidak sholat), terjemahan al-Ustadz Firanda adalah tepat (lihat hal. 135 “Lerai Pertikaian) dan al-Ustadz Abu Aminah yang menterjemahkan “You’re Closed so I droped the prayer”, namun Ust. Abu Muqbil Ahmad Yuswaji menterjemahkan dengan “kamu pemabuk dan aku pelaku kebatilan” (lihat hal. 85 “Albani dan Manhaj Salaf”), dimana mungkin ustadz membaca musakkir sebagai muskir, dan maknanya adalah jauh.
-
Dalam “Muzilul Ilbas” (terj) hal. 269, tentang syair yang dinukil oleh Syaikh al-Albani yang berbunyi Awradahaa Sa’dun wa Sa’dun Musytamil… Ma Hakadza Ya Sa’du Tuuradul ‘Ibil (Sa’ad ingin menggiring unta sedangkan dirinya berselimut, Bukanlah demikian wahai Sa’ad caranya menggiring unta), Penterjemah buku ini, Ust. Nurkhalis menterjemahkan dengan Mereka maksudkan itu Sa’ad padahal Sa’ad itu beragam, tidak demikian wahai Sa’ad cara menggembala Unta.
Dan
masih ada lagi beberapa yang mana bukanlah hal ini tujuan risalah
ini sekarang. Juga, hal ini menunjukkan bahwa manusia itu tidak ada
yang sempurna, karena manusia itu tempatnya alpa dan lupa. Sehingga
apa yang saya lakukan pun pasti juga banyak kesalahannya melebihi
dari mereka-mereka para penterjemah tersebut yang ilmu dan
kapabilitasnya jauh dari saya.[3]
Ada
suatu hal yang menarik dan perlu dicermati di sini, Ustadz Abu
Muqbil Ahmad Yuswaji, Lc. adalah orang yang sudah kita kenal
sebagai salah seorang da’i ahlus sunnah (bersama Ust. Ja’far
Sholih dkk di Jakarta) yang cukup aktif menterjemah buku,
diantaranya –yang kami ketahui- adalah Tanwiiru azh-Zhulumaat
bikasyfi Mafaasid wa Sybuhaat al-Intikhobaat karya Fadhilatus
Syaikh Muhammad Abdillah ar-Rimi dengan judul “Menggugat
Demokrasi dan Pemilu” yang diterbitkan oleh Darul Hadits dan
Mahajjatul Baidha’ fi Himayaatis Sunnatil Gharraa’ karya
Fadhilatus Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali dengan judul
“Obyektifitas dalam mengkritik” yang diterbitkan oleh Cahaya Tauhid
Press.
Selain itu, kami
juga melihat beliau memiliki terjemahan yang diterbitkan oleh
penerbit Azzam Group semisal Najla press. Diantaranya adalah buku
“Albani dan manhaj salaf” tersebut di atas dan “Manhaj Ahlus Sunnah
dalam bersikap terhadap penguasa dan pemerintah” karya Fadhilatus
Syaikh Abdus Salam Barjas Alu Abdul Karim (judul asli :
Mu’amalatul Hukkam fi Dhou’il Kitaabi was Sunnah).
Masih teringat
dengan jelas akan sikap sebagian orang yang satu “haluan” dengan
Ustadz Yuswaji, yang mengkritik bahkan mencela penerbit-penerbit
yang bukan berasal dari mereka. Penerbit-penerbit selain penerbit
mereka dikatakan sebagai ‘racun’ dan mereka juga mencela
ustadz-ustadz salafiyin yang bukunya diterbitkan oleh
penerbit semisal Pustaka Ibnu Katsir dan semisalnya. Padahal
penerbit ini (Ibnu Katsir) jauh lebih baik daripada penerbit Najla
Press yang bukunya masih ‘campur baur’.
Yang paling
“parah” lagi adalah al-Ustadz Abu Hamzah Yusuf dari Bandung, beliau
menulis buku "Aku Melawan Teroris : Sebuah Kedustaan Atas Nama
Ulama Ahlussunnah”[4]
yang diterbitkan oleh CMM (Centre for
Moderate Muslim) tahun 2005[5].
Padahal CMM itu adalah penerbit yang berhaluan “liberal” yang
berusaha memerangi Islam “fundamentalis” menurut definisi mereka.
Lantas, maukah saudara-saudara kita yang senang menghujat dan
mencela dengan gegabah tanpa landasan syar’i ini mau kembali
dan ruju’ ke manhaj yang haq?!
Semoga risalah
yang sederhana dan amal kami yang ringan ini dapat memberikan
manfaat bagi kaum muslimin, terutama saudara-saudara kami
salafiyun, dan semoga apa yang kami lakukan ini dapat menjadi
bekal bagi kami sebagai amal yang shalih di akhirat kelak, dimana
anak dan harta tidaklah berfaidah bagi kami melainkan hati yang
salim.
Segala kesalahan
dan kekurangan adalah berasal dari diri kami pribadi dan syaithan,
oleh karena itu tegur sapa, kritik dan saran yang membangun
sangatlah kami harap dari pembaca budiman sekalian. Dan segala
kebenaran yang ada adalah dari Alloh Subhanahu wa Ta’ala
murni, dan janganlah para pembaca budiman menolak kebenaran ini
hanya karena berasal dari kami yang lemah dan banyak salah ini.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبح وسلم
Semoga sholawat
dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, kepada
keluarganya dan kepada sahabat-sahabatnya.
Malang, 25 Juli
2006
Al-Faqir ila
‘afwa Robbihi
Abu Salma al-Atsari
Email :
ibnu_burhan@hotmail.com
Homepage :
http://dear.to/abusalma
[3].
Syaikh Muhammad as-Subayyil
(Imam dan Khathib Masjid Nabawi) pernah ditanya tentang buku-buku
yang ditulis ahlus sunnah namun ada kesalahan di dalamnya dan ada
beberapa pemuda yang melarang membaca buku tersebut, maka syaikh
menjawab : “Hal ini tidak benar, tidak ada seorangpun yang bebas
dari kesalahan. Selama buku tersebut tidak dipenuhi oleh kesalahan
dan mengandung banyak manfaat, walaupun kesalahannya ada di sana
sini, maka ambillah yang haq dan tinggalkanlah yang salah. Alloh
Ta’ala berfirman : “Jika sekiranya al-Qur’an ini bukan dari sisi
Alloh, maka niscaya mereka akan mendapatkan pertentangan di
dalamnya.”
[4]. Bicara tentang buku “Aku Melawan Teroris”, kami teringat dengan buku
yang ditulis oleh al-Ustadz al-Fadhil Luqman bin Muhammad
Ba’abduh yang berjudul “Mereka Adalah Teroris” (Pustaka Qoulan
Sadida, Cet. I, Oktober 2005). Secara umum, buku ini sarat dengan
faidah dan manfaat di dalam menjawab syubuhat kaum
takfiriyin. Namun sayangnya di sisi lain, ada beberapa hal yang
perlu mendapatkan “perhatian khusus”, dan bukanlah di sini
pembahasannya.
Kami
hanya ingin sedikit memberikan uneg-uneg terhadap satu
masalah yang disebutkan oleh al-Ustadz di dalam bukunya, yaitu pada
hal. 368, tentang persaksian tokoh-tokoh besar dunia –baik kawan
maupun lawan- dalam sejarah atas kemuliaan Raja ‘Abdul Aziz
bin Abdurrahman al-Faishal Alu Su’ud. Di sini beliau hanya
menukil lima orang saja, dan dari kelima ini, beliau menyebutkan
pada orang ketiga (poin C) adalah Rasyid Ridha. Yang menarik
di sini, al-Ustadz memberikan footnote sebagai berikut : “Dia
adalah seorang tokoh berpemikiran Mu’tazilah yang menolak
hadits-hadits ahad dalam masalah aqidah dan manhaj. Kita angkat
persaksian dia untuk menunjukkan bahwa fihak lawanpun
mengakui ketinggian kedudukan al-Malik Abdul Aziz Ali Su’ud.”
Menariknya lagi, dari kelima tokoh yang disebutkan hanya Syaikh
Rasyid Ridha saja yang dikomentari sebagai lawan (dakwah salafiyah),
mungkin inilah alasan mengapa al-Ustadz memberikan kata –baik
kawan maupun lawan- di sub judul bukunya.
Al-Ustadz mungkin sengaja perlu memberikan footnote khusus
kepada Syaikh Rasyid Ridha rahimahullahu untuk menjaga agar
jangan sampai para pembaca bukunya menganggap dirinya (Rasyid Ridha)
sebagai ahlus sunnah dan pembelanya (dan juga mungkin karena alasan
historis pertikaian yang terjadi dahulu). Ada beberapa mulahadhot
(catatan) yang perlu kami berikan, sebagai bentuk nasehat dan
klarifikasi terhadap ucapan ustadz ini.
1.
Kenapa al-Ustadz hanya memberikan footnote peringatan
terhadap Syaikh Rasyid Ridha saja? Padahal di dalam bukunya, beliau
menyebutkan beberapa orang yang sebenarnya merupakan lawan dakwah,
namun beliau diamkan. Jika demikian, maka konsistensi al-Ustadz
perlu dipertanyakan. Seperti misalnya pada hal. 160, footnote
no. 92, al-Ustadz berkata : “Kitab az-Zuhd… tahqiq
Habiburrahman al-A’zhami…”, apakah al-Ustadz tidak tahu siapa
Habiburrahman al-A’zhami dan bagaimana permusuhannya terhadap ahlus
sunnah? Kami yakin al-Ustadz telah mengetahuinya. Bagi para pembaca
yang ingin mengetahui siapa Habiburrahman ini, bisa membaca
“Silsilah Bantahan Ilmiah Kedua Terhadap Tuduhan Dusta Hizbut
Tahrir” (dalam blog kami
http://dear.to/abusalma) dan buku ”Albani dihujat” karya al-Akh
al-Ustadz Abu ’Ubaidah Yusuf as-Sidawi.
2. Klaim
al-Ustadz di atas menyelisihi apa yang ditulis oleh para ulama yang
lebih ’alim dan lebih faham tentang Rasyid Ridha dibandingkan
al-Ustadz, berikut ini akan kami nukilkan beberapa saja, karena
apabila kami nukilkan semua, niscaya risalah ini akan menjadi
semakin panjang dan keluar dari konteks tujuan risalah ini
disebarkan.
-
Al-Allamah Al-Albani rahimahullahu berkata tentang Sayyid Rasyid Ridha rahimahullahu : ”Sayyid Rasyid Ridha rahimahullahu mempunyai jasa yang besar terhadap dunia Islam secara umum dan khususnya salafiyun. Semuanya ini kembali kepada eksistensinya sebagai sebagai da’i yang langka yang telah menyebarkan manhaj salaf di seluruh penjuru dunia melalui majalahnya al-Manar.... dst.” Kemudian beliau melanjutkan, ”Maka pada kesempatan yang baik ini saya pun menulis kalimat ini agar dapat dibaca dan diketahui oleh siapa saja yang sampai kepadanya tulisan ini, bahwasanya berkat karunia Alloh, lalu beserta apa yang aku berada di atasnya mulai dari aku berittijah (menuju) kepada pemahaman salafiyah, hingga memisahkan hadits-hadits shahih dan dha’if, semuanya ini, jasa dan keutamaannya yang pertama, kembali kepada Sayyid Muhammad Rasyid Ridha rahimahullahu melalui beberapa edisinya al-Manar...” (Hayatul Albani, oleh Muhammad Ibrahim asy-Syaibani, hal. 400-4001).
-
Fadhilatus Syaikh Sholih al-’Abud hafizhahullahu (mantan rektor Univ. Islam Madinah) berkata : ”Beliau (Rasyid Ridha) memilki sifat-sifat terpuji, tulisan-tulisan yang munshif (adil) dan penjelasan-penjelasan tentang kebenaran al-Haq dalam majalahnya yang besar al-Manar yang terbit selama bertahun-tahun. Dan beliau menyebarkan semua itu sebagai suatu pembelaan yang mulia terhadap dakwah salaf sholih, dan tidaklah beliau terdorong untuk membelanya melainkan lantaran pengaruh aqidah salaf sholih...” (Áqidah Syaikh Muhammad bin Abd Wahhab as-Salafiyyah wa atsaruha fil ’Alamil Islami, Syaikh Sholih al-’Abud, hal. 683).
-
Syaikh Ahmad bin Hajar Alu Buthami rahimahullahu berkata : ”Benar-benar dakwah yang diberkahi ini turut menyebar di Hadhramaut dan Jawa dengan perantara Syaikh Rasyid Ridha dan didirikannya Jum’iyyah Al-Irsyad di sana yang mengajak kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah, memberantas bid’ah dan khurofat yang selaras dengan mabda’ Syaikh Muhammad bin ’Abd Wahhab” (Syaikh Muhammad bin Abd Wahhab, Syaikh Ahmad Alu Buthami).
Dan
masih banyak lagi persaksian para ulama kepada Syaikh Rasyid Ridha.
Bahkan Syaikh Sa’ad al-Hushayin dalam majalah Salafiyah,
(no. 4, th. 1419-20) dalam artikel beliau yang berjudul
Haqiqotu Da’wah al-Imam Muhammad bin ’Abdil Wahhab, dalam
sub judul Mu’allafat Ahlus Sunnah al-Mu’aashiriina
fiihi (Tulisan-tulisan ahlus sunnah zaman ini tentang Syaikh
Muhammad bin Abd Wahhab), pada nomor ke-4, beliau menyebutkan :
’Allamah asy-Syaam wa Mishr Muhammad Rasyid Ridha.
Sungguh, apabila Rasyid Ridha adalah sebagaimana yang dituduhkan
oleh al-Ustadz Ba’abduh, maka tidak mungkin para ulama ini akan
menyebut Sayyid Rasyid Ridha sebagaimana di atas, atau
jangan-jangan ilmu al-Ustadz lebih tinggi dari para ulama ini
sehingga mereka tidak tahu akan kesalahan-kesalahan Sayyid Rasyid
Ridha yang diketahui oleh al-Ustadz Ba’abduh. Karena bagaimanapun
juga, mereka tidak mungkin menyebutkan dengan nada pujian tanpa
mengetahui kesalahan-kesalahan Rasyid Ridha. Dan mereka pun tidak
memberikan komentar ataupun footnote semisal al-Ustadz...
wallahul muwaafiq
Ikuti @Rm2Ram
0 komentar:
Posting Komentar
BUDAYAKAN BERKOMENTAR
SARAN DAN KRITIK MENBANTU SAYA DALAM PENULISAN BLOG SELANJUT NYA