6

Para Mujtahid Berpegang Pada Hadits


Setiap imam empat yang melakukan ijtihad sesuai dengan hadits yang telah sampai kepadanya, maka terjadinya perbedaan pendapat antara mereka bisa jadi dikarenakan ada imam yang sudah mendengar hadits tertentu sementara imam yang lain belum mendengar hadits tersebut. 

Hal itu disebabkan hadits-hadits waktu itu belum ditulis dan para penghafal hadits telah berpencar-pencar, ada yang di Hijaz, Syam, Irak, Mesir dan di negeri-negeri Islam lainnya mereka hidup di suatu zaman di mana transportasi sangat sulit. Untuk itu kita lihat imam Syafii telah meninggalkan pendapatnya yang lama ketika pindah ke Mesir dari Irak dan memperhatikan hadits-hadits yang baru didengar.

Ketika kita melihat imam syafii berpendapat bahwa wudhu bisa batal karena menyentuh wanita sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa hal itu tidak membatalkan wudhu maka kita harus kembali kepada hadits Rasululah sesuai dengan firman Allah سبحانه و تعالي:

فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً

“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa : 59).

Karena kebenaran tidak mungkin lebih dari satu, sehingga tidak mungkin hukum menyentuh wanita itu membatalkan wudhu dan tidak membatalkannya. 

Padahal Rasululloh صلي الله عليه وسلم -dan beliau adalah sebaik-baik penafsir Al-Quran- pernah menepiskan Aisyah dengan tangannya dan memegang kaki Aisyah padahal beliau sedang sakit. 
(riwayat Bukhari). 

Jika imam Syafii mendengar hadits ini atau jika hadits tersebut dianggap sahih, maka ia tidak akan mengatakan bahwa wudhu batal karena menyentuh lain jenis, sebagaimana ia telah mengatakan : 

“Jika suatu hadits itu shahih maka itulah mazhab saya.” 

Dan kita juga tidak diperintah kecuali mengikuti Al-Quran yang diturunkan oleh Allah dan keterangan-keterangan Rasululah dengan hadits-hadits sahihnya, sebagaimana firman Allah :

اتَّبِعُواْ مَا أُنزِلَ إِلَيْكُم مِّن رَّبِّكُمْ وَلاَ تَتَّبِعُواْ مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء قَلِيلاً مَّا تَذَكَّرُونَ

“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Robbmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selainnya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran dari padanya.” (QS. Al-Araf : 3).

Maka seorang muslim yang mendengarkan hadits shahih tidak boleh menolaknya karena itu bertentangan dengan mazhab imam Syafii. Para imam mazhab telah melakukan Ijma untuk mengambil hadits sahih dan meninggalkan setiap  pendapat yang bertentangan dengan hadits sahih tersebut.

Akibat dari fanatisme mazhab tentang batalnya wudhu karena menyentuh wanita telah menyebabkan orang saling mengambil gambaran  yang jelek tentang Islam. Salah seorang ahli Makkah menceritakan kepada saya bahwa ia pernah melihat suatu majalah di Jerman yang menulis suatu judul dengan tulisan yang menyolok : 

“Islam menganggap wanita sebagai suatu hal yang najis seperti halnya anjing.” 

Mereka mengatakan demikian setelah mendengar bahwa orang-orang Islam mencuci tangannya jika menyentuh wanita, sehingga mereka memahami bahwa wanita adalah najis. 

Padahal jika mereka tahu bahwa Rasululloh صلي الله عليه وسلم pernah mencium seorang isterinya kemudian langsung shalat tanpa wudhu tentu tidak akan mengatakan perkataan pedas tersebut yang justru bukan dari Islam. Fanatisme mazhab yang serupa telah membuat tabir antara orang kafir dan Islam yang tidak dapat mereka masuki dan menganggap bahwa Islam melihat wanita sebagai suatu hal yang najis seperti najisnya anjing.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah- menyebutkan dalam bukunya “Raful Malaam An Aimmatil Alam” hal-hal yang baik tentang para imam tersebut dan barangsiapa yang salah di antara mereka akan mendapat satu pahala dan jika benar memdapatkan dua pahala, dan itu dilakukan setelah berijtihad. Semoga Allah mengasihi para imam dan memberinya pahala.