Latest Post

Panduan Meluruskan shaf shalat

Written By RM2 AREIF ME on Sabtu, 02 Juni 2012 | 21.25


SELAMAT DATANG DI BLOG ALAM AL ISLAM
MOHON SARAN, KRITIK SERTA DUKUNGANNYA UNTUK BLOG INI



Meluruskan shaf shalat



Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dia berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Luruskanlah shaf-shaf  kalian, karena lurusnya shaf termasuk kesempurnaan shalat.”

(HR. Bukhari : 723 dan Muslim : 433)

Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy Syitsri hafidzahullah ketika menjelaskan hadits ini berkata :




Sabdanya : “Luruskanlah” adalah kata perintah dan dzahirnya menunjukkan wajib sebagaimana yang dikatakan oleh mayoritas ulama’.



Sabdanya : “shaf-shaf kalian” shufuf adalah bentuk jama’ dari shaf yang mana ia disandarkan kepada isim ma’rifat maka memberi faedah umum, sama saja apakah seseorang itu berada di shaf pertama, shaf paling belakang atau ditengah shaf.



Dzahir hadits menunjukkan bahwa perbuatan meluruskan ini ada dalam semua perkara, karena kata kerja (fi’il amr) apabila tetap tanpa disebutkan ma’mul (objeknya) maka memberi faedah muthlaq. Maka sabda Nabi luruskanlah, dan tidak disebutkan dengan apa lurusnya shaf apakah dengan meluruskan mata kaki, pundak, lutut atau yang lainnya ? Hadits ini adalah nash muthlaq yang benar jika bersendirian, maka kita membutuhkan taqyid dari nash/dalil yang lain.



Sabdanya : “karena lurusnya shaf termasuk kesempurnaan shalat” mayoritas ulama’ berdalil dengannya bahwa meluruskan shaf termasuk kewajiban maka tidak boleh bagi seorang hamba meninggalkannya.



Sabdanya : “termasuk kesempurnaan shalat” menunjukkan bahwa jika seorang hamba meninggalkan sebagian dari bagian shalat maka tidak berpengaruh kepada shalatnya dengan syarat dia bukan termasuk rukun shalat.
(Syarhu Umdathul Ahkam, hal : 168)

013

Written By RM2 AREIF ME on Kamis, 12 April 2012 | 05.33


Pada zaman ini, aku tidak menasehatkan atau menganjurkan untuk menggunakan hajr sebagai solusi karena mudharatnya lebih besar ketimbang manfaatnya. Dan dalil terbesar adalah fitnah yang sekarang ini terjadi di Hijaz. Mereka semua dipersatukan oleh dakwah tauhid, dakwah kepada al-Qur’an dan as-Sunnah. Namun, sebagian di antara mereka memiliki kegiatan khusus, baik dalam bidang politik atau dalam sejumlah pemikiran yang sebelumnya tidak dikenal dari seorang pun ulama, yang bisa jadi pemikiran tersebut kadang benar dan kadang salah. Maka kita tidak sabar untuk mendengar sesuatu yang baru, terutama apabila perkaranya adalah suatu yang tampak jelas oleh kita sebagai suatu kemungkaran, sehingga kita langsung begitu saja memeranginya.
Ini adalah suatu kesalahan wahai saudaraku… ini adalah kesalahan!!! Apa kau mengharap teman yang tak punya kesalahan sedikitpun? Namun apakah kayu gaharu dapat terbakar tanpa mengeluarkan asap???
Kami berangan-angan sekiranya Ikhwanul Muslimin hanya sama seperti kita dalam masalah tauhid, itu saja. Hanya sama dalam tauhid saja sehingga Anda bisa bersama mereka namun mereka tidak ridha bersama kita walaupun dalam masalah aqidah. Mereka menganggap bahwa menghidupkan khilafiyah hanya mencerai-beraikan barisan dan seterusnya… Mereka, saudara-saudara kita tersebut, menyempal dari mereka sebuah jama’ah atau mereka yang menyempal dari jama’ah –wallahu a’lam-, mereka itu (sebenarnya) bersama kita di atas jalan kita, yakni al-Qur’an, as-Sunnah dan di atas manhaj as-Salaf ash-Shalih. Hanya saja mereka membawa suatu pemikiran baru yang kenyataannya sebagiannya salah dan sebagiannya benar.
Lantas, mengapa kita sekarang menyebarkan di antara kita dan sebagian kita kepada sebagian yang lain, perpecahan dan tahazzub (berpartai-partai) dan ta’ashshub (fanatisme? Padahal dulu kita –ahlus sunnah- adalah satu kelompok, lalu kemudian menjadi dua kelompok dan kemudian menjadi tiga kelompok. Jadilah ahlus sunnah (dengan sebutan) Safariyyun,[23] Sururiyyun.[24] dan seterusnya…[25]  Allohu Akbar!!! Yang memecah belah mereka hanyalah suatu perkara yang tidak layak untuk menjadi sebab perpecahan. Tidak ada perbedaan pada perkara-perkara besar yang tidak terbayangkan bahwa salafiyyun akan bertikai di dalamnya. Kita semua tahu dengan baik bahwa para sahabat berselisih di dalam beberapa permasalahan, namun manhaj mereka tetap satu!!!
Jadi, apabila ada sejumlah orang yang menyeleweng dari jama’ah ahlus sunnah atau ath-Tha’ifah al-Manshurah, maka hendaknya kita mensikapi mereka dengan lemah lembut dan halus wahai saudara, dan kita harus berupaya menjaga mereka agar senantiasa bersama jama’ah. Kita tidak meng­hajr dan mengisolir (muqotho’ah) mereka, kecuali apabila kita khawatir akan suatu keburukan dari mereka. Namun kekhawatiran ini tidaklah muncul dan tampak begitu saja. Tidak sesederhana apabila ada seorang yang menampakkan sebuah pendapat yang menyelisihi pendapat jama’ah maka dengan serta merta kita langsung segera memboikotnya. Kita harus sabar tidak tergesa-gesa dan meneliti lebih dahulu, semoga Alloh memberi petunjuk kepada hatinya atau kemudian telah menjadi jelas atas kita bahwa mengisolir (muqotho’ah)-nya ternyata cara terbaik.
Penanya :
Apakah ada hal lain yang diperlukan selain menegakkan hujjah kepada orang kafir agar dapat digolongkan sebagai kafir, atau kepada seorang mubtadi’ agar dapat digolongkan sebagai mubtadi’, atau maksiat, seperti meyakinkan atau menghilangkan syubhat (keragu-raguan)?
Syaikh :
Tidak, hal ini tidak perlu. Namun apa yang diperlukan adalah ilmu. Karena dengan ilmulah hujjah dapat tegak. Dia (orang yang menegakkan hujjah, pent.) haruslah seorang pewaris nabi (ulama, ed.) dan bukan orang biasa di antara orang-orang yang bermacam-macam.
Penanya :
Apakah jama’ah tabligh termasuk kelompok yang dibicarakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam? Apakah al-Ikhwan dan at-Tabligh termasuk diantara kelompok (yang selamat) yang nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam mengabarkannya kepada kita??
Syaikh :
Tidak… tidak… al-Ikhwan al-Muslimun di dalam barisan mereka, terdapat anggota-anggotanya yang berasal dari berbagai macam kelompok. Diantara mereka ada yang syi’ah dan lain lain… oleh karena itu, tidaklah benar menyematkan kepada mereka label tunggal. Bahkan sesungguhnya kita katakan siapa saja di antara anggota-anggota mereka yang menggunakan manhaj yang menyelisihi manhaj (salaf), maka individu tersebut bukanlah termasuk al-Firqoh an-Najiyah (golongan yang selamat). Bahkan, ia termasuk golongan yang binasa. Salafiyyun sendiri… apa yang Anda fikirkan? Penilaian terhadap mereka juga dibuat pada tiap individunya masing-masing…

(Selesai)


[23]. Penisbatan kepada Safar Hawali, salah seorang  warga Negara Arab Saudi yang memiliki penyimpangan dalam masalah takfir dan memiliki buku-buku yang bernuansa politis dan isinya menuduh para ulama dengan tuduhan-tuduhan keji, semisal tidak faham waqi’ (realita), bodoh, mudah dibohongi penguasa, dan semisalnya. Dia juga menuduh Syaikh al-Albani sebagai murji’ah di dalam bukunya Zhahiratul Irja’. Dia memiliki buku yang berjudul al-Wa’du Kissinger yang dianggap fenomenal oleh pengikutnya, terutama ketika kasus “teluk” sedang panas-panasnya. Syaikh Albani di dalam kaset lain ketika ditanya tentang dirinya beliau menjawab bahwa Safar dan orang-orang yang sepemahaman dengan dirinya adalah khorijiyah ashriyah (Neo khowarij). Lihat pula pembahasan tentang Safar Hawali oleh Syaikh Abdul Malik Ramadhani di dalam kitab Madarikun Nazhor fis Siyasah.
[24]. Penisbatan kepada Muhammad Surur Zainal ‘Abidin., mantan Ikhwanul Muslimin yang beralih ke manhaj salaf namun pada akhirnya nuansa ikhwani pada dirinya masih kental. Syaikh Ahmad Yahya an-Najmi hafizhahullahu dalam al-Fatawa al-Jaliyah menyatakan bahwa pada dirinya terdapat sya’iun (sesuatu) dari sunnah dan sesuatu dari bid’ah, syaikh an-Najmi meringkas tiga kesalahan utamanya yaitu : (1) menyerukan untuk melawan penguasa kaum muslimin, (2) jihad dalam artian keluar memerangi penguasa kaum muslimin dan (3) menuduh para ulama bodoh terhadap fiqhul waqi’. Syaikh ‘Abdul Wahhab al-Washobi al-‘Abdali di dalam Isyruuna Ma’khudzan ‘alas Sururiyyah menjelaskan 20 kesalahan Muhammad Surur. Berikut ini akan kami nukilkan beberapa di antaranya :
  1. Dia (Surur) mengatakan di dalam kitab Manhajul Anbiya’ fid Da’wati ilallahi (I/8) bahwa kitab-kitab aqidah itu itu isinya banyak yang jafaf (sia-sia). Dan ucapan Surur ini ketika ditanyakan kepada Syaikh Utsaimin dan Syaikh Fauzan, mereka menjawab : “kufur”.
  2. Dia menuduh para ulama aqidah sebagai hambanya hambanya hamba dan tuan mereka yang terakhir adalah Nasrani, dikarenakan mereka adalah pendusta dan munafik. (Majalah as-Sunnah, no. 23 dan 26, terbitan al-Muntada al-Islami London; lihat pula al-Quthbiyah hiyal fitnah fa’rifuuha, karya al-Adnani, hal. 89)
  3. Dia memuji orang yang memperbolehkan seorang muslim untuk berpindah agama menjadi Yahudi dan Nasrani dan orang yang melarang untuk mengkafirkan Yahudi dan nasrani, yaitu DR. Hasan at-Turabi. Surur menyebutnya sebagai “imam”, “alim” dan “da’i besar Islam”.
  4. Dia mengkafirkan dengan sebab dosa besar sebagaimana di dalam kitabnya Manhaj ad-Da’wah : I/158.
  5. Dia menuduh Haiah Kibar al-Ulama’ (Lembaga Ulama Besar) berpemikiran Masoniyah (Freemasonry). (at-Tanbih, hal. 9).
  6. Dia membela orang yang menuduh Syaikh al-Albani sebagai Ilmani (sekuler). Dst…
[25]. Syaikh rahimahullahu di sini tidak memaksudkan untuk membela nama-nama yang disebut di atas. Namun syaikh di sini bermaksud menunjukkan fakta yang lain, yaitu mudahnya orang-orang yang berintisab dengan salafiy menuduh saudara-saudara salafiy lainnya yang melakukan satu, dua atau beberapa kesalahan yang sama dengan kesalahan surur atau safar dengan gelar-gelar sebagaimana di atas, tanpa ada nasehat, kelemahlembutan, kecintaan dan semisalnya. Bahkan mereka lebih senang untuk mentahdzir dan menggelari saudara-saudara mereka yang salah itu dengan gelar-gelar yang buruk ketimbang mereka mengajak mereka untuk kembali ke al-Haq.
Syaikh Ibrahim ar-Ruhaili hafizhahullahu berkata ketika ditanya tentang sururiyun : “Sururiyah termasuk istilah yang baru, para ulama telah berbicara tentang mereka dan tentunya ini dikembalikan kepada orang yang telah banyak meneliti, adapun globalnya mereka adalah yang menisbatkan dirinya kepada Muhammad Surur Zainal Abidin… akan tetapi tidak benar untuk menisbatkan setiap orang yang menyeleweng dalam masalah ini kepada sururiyah, terkadang seseorang itu akidahnya berada di atas aqidah ahlus sunnah dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan mereka, tapi dia telah menyeleweng dan penyelewengannya itu masuk dalam sururiyun, maka tidak boleh kita memecah belah manusia (dengan menuduhnya sururi)… sebab jika kita menggolong-golongkan manusia dan menisbatkan mereka, maka akan sangat susah mereka kembali ke al-haq setelah itu…” (lih. Nasehat Syaikh Ibrahim ar-Ruhaili untuk Salafiyin, hari Jum’at, 12 Muharam 1422 H, yang diterjemahkan oleh Ust. Badru Salam, disebarkan oleh Majlis Ta’lim Al-Furqon, Bogor).
Jawaban syaikh ini menunjukkan bahwa betapa banyak saudara-saudara kita –yang berintisab dengan salafiyin- begitu sangat mudahnya memberi gelar kepada saudara-saudara mereka yang –mungkin- jatuh ke dalam satu, dua atau beberapa kesalahan dengan tuduhan-tuduhan dan gelar keji, semisal sururi, hizbi, turotsi, irsyadi dan semisalnya… padahal belum ada munashohah dan munadhoroh dalam masalah ini. Sehingga bukannya malah maslahat yang diperoleh, namun malah perpecahan, permusuhan dan kebencian yang didapat. Belum lagi dakwah akan semakin terhambat karena kaum hizbiyun akan bertepuk tangan dengan gembira dan menjadikannya sebagai bumerang untuk menjauhi dakwah salafiyah mubarokah ini.



012


Penanya :
Apakah memuji ahlul bid’ah semisal at-Turabi atau orang yang semisal dengannya dibolehkan, walaupun mereka mengklaim telah berkhidmat  untuk Islam dan mereka berupaya di balik itu (untuk kemajuan Islam, pent.)??
Syaikh :
Jawabannya berbeda sesuai dengan situasi dan kondisi. Apabila maksud pujian tersebut terhadap seorang muslim yang kita duga sebagai mubtadi’, dan kita tidaklah mengatakan dia (benar-benar) mubtadi’. Setelah muhadhoroh (ceramah) yang panjang ini, kita dapat membedakan antara dua hal ini ­insya Alloh. Jika maksud pujian terhadapnya adalah dalam rangka difa’ (pembelaan) terhadap dirinya dari kaum kafir, maka hal ini adalah wajib. Namun apabila maksud pujian terhadapnya adalah untuk memperindah manhajnya dan mengajak manusia kepadanya, maka hal ini termasuk tadhlil (penyesatan) dan tidaklah diperbolehkan.
Penanya :
Apakah benar dari yang kami dengar (dari Anda) bahwa meng­­hajr mubtadi’ pada zaman ini tidak dapat diimplementasikan?
Syaikh :
Dia (penanya) bermaksud mengatakan bahwa praktek hajr tidak layak untuk diterapkan, apakah benar tidak layak diterapkan? Yang benar adalah praktek hajr memang tidak diterapkan karena mubtadi’, orang-orang fasik dan fajir (durhaka) mayoritas di zaman ini. Akan tetapi dia (penanya) ingin mengatakan tidak layak untuk diimplementasikan. Dan penanya seakan-akan memaksudkanku dengan pertanyaannya ataukah tidak memaksudkanku[21]. Maka aku katakan, “iya” keadaannya adalah demikian, tidak layak untuk diterapkan. Saya telah mengatakannya dengan jelas tadi ketika aku membuat permisalan tentang perkataan Syaami (orang Syam) : “Kamu menutup (pintu masjid) maka aku tidak sholat.”
Penanya :
Tapi (wahai syaikh), misalkan ada sebuah lingkungan, dan yang dominan di lingkungan ini adalah ahlus sunnah misalnya,  kemudian ditemukan ada sekelompok orang yang berbuat bid’ah di dalam agama Alloh Azza wa Jalla, maka apakah (hajr) diterapkan ataukan tidak?
Syaikh :
Apakah kelompok yang berbuat bid’ah itu berasal dari lingkungan itu juga??
Penanya :
Iya benar, yaitu (mereka berada) di lingkungan yang kebenaran dominan di dalamnya, kemudian muncul kebatilan atau kebid’ahan, maka pada kondisi yang seperti ini, apakah (hajr) diterapkan atau tidak???
Syaikh :
Yang wajib adalah kita harus menggunakan hikmah. Jika kelompok yang lebih kuat yang mayoritas meng­hajr kelompok yang menyeleweng –kita kembalikan kepada pembahasan yang telah lalu- apakah hal ini akan memberikan manfaat pada kelompok yang berpegang pada kebenaran ataukah malah akan mencederai (memudharatkan)nya? Ini dari satu sisi. Kemudian dari sisi lain apakah hajr yang diterapkan oleh ath-Thaifah al-Manshurah bermanfaat bagi kelompok yang di­hajr atau justru menimbulkan mudharat bagi mereka. Jawabannya telah lalu.
Tidaklah patut dalam permasalahan seperti ini kita mengambil sikap dengan hamasah (semangat) dan ‘athifah (perasaan) belaka, namun seharusnya dengan sikap hati-hati, tenang (tidak gegabah) dan penuh hikmah. Contohnya di sini adalah salah seorang dari mereka menyelisihi jama’ah, Apakah (lantas dikatakan) wahai orang yang memiliki ghirah Alloh, isolir dirinya?!!
Tidak! Namun bersikap lembutlah kepadanya, nasehati dia, tuntunlah dirinya, dan seterusnya… temanilah dirinya selama beberapa waktu, dan apabila sudah tidak bisa diharapkan lagi –ini yang pertama-, kemudian dikhawatirkan penyakitnya menular kepada Zaid, Bakr dan lainnya, maka pada keadaan seperti ini dia perlu diisolir (muqotho’ah) apabila diduga kuat bahwa muqotho’ah adalah obat yang terbaik, sebagaimana dikatakan, obat yang terakhir adalah kay.[22]


[21]. Syaikh bermaksud menegaskan pertanyaan dari penanya yang menunjukkan secara implisit bahwa penanya ragu-ragu apakah mendengar pernyataan tersebut dari syaikh Albani ataukah tidak tentang masalah penerapan hajr di zaman ini. Di sini syaikh sekaligus ingin membetulkan pertanyaan si penanya.
[22]. Kay adalah pengobatan dengan cara besi yang dipanaskan kemudian ditempelkan ke bagian tubuh yang sakit. Metode pengobatan ini adalah solusi terakhir apabila metode pengobatan lainnya tidak ampuh untuk mengobati sakit. Perlu diketahui juga, metode pengobatan ini amat sakit dan terkadang dapat membahayakan pasien yang diterapi dengan cara pengobatan ini, sehingga cara pengobatan ini perlu dihindari sebisanya, namun apabila tidak ada cara lain selain kay, maka ini adalah cara terakhir. Semisal pula dengan hajr, syaikh Albani rahimahullahu sungguh tepat sekali membuat perumpamaan hajr dengan kay ini. Apabila cara lain semisal, nasehat, bimbingan, pengarahan, kesabaran, kelemahlembutan dan lain sebagainya tidak dapat membenahi pelaku bid’ah atau maksiat, maka hajr adalah solusi terakhir di dalam membenahinya. Allohu a’lam.

INDEX-HAKIKAT BID AH DAN KUFUR

Written By RM2 AREIF ME on Rabu, 11 April 2012 | 20.43

 HAKIKAT BID'AH DAN KUFUR
TANYA JAWAB BERSAMA :
AL IMAM AL MUHADDITS
MUHAMMAD NASHIRUDDIN AL ALBANI RAHIMAHULLAHU

Sumber : Transkrip kaset “Haqiqotul Bida’ wal Kufri
Silsilah Huda wa Nur no 666 (rekaman Abu Laila al-Atsari)
Tanggal 7 Sya’ban 1413 / 31 Januari 1993

FILE .DOC Berasal dari :
http://dear.to/abusalma
image huruf Arab ayat Al Quran diambil dari Al Quran Digital v 2.1
modifikasi design, navigasi & kompilasi file CHM oleh :
Juli 2008





HAKIKAT BID AH DAN KUFUR


Sekapur Sirih
1/2
إنّ الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيّئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضلّ له، ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أنّ محمدا عبده ورسوله
{يا أيّها الذين آمنوا اتقوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ ولا تَمُوتُنَّ إلاَّ وأَنتُم مُسْلِمُونَ}
{يا أيّها الناسُ اتّقُوا ربَّكمُ الَّذي خَلَقَكُم مِن نَفْسٍ واحِدَةٍ وخَلَقَ مِنْها زَوْجَها وبَثَّ مِنْهُما رِجالاً كَثِيراً وَنِساءً واتَّقُوا اللهََ الَّذِي تَسَائَلُونَ بِهِ والأَرْحامَ إِنَّ اللهَ كان عَلَيْكُمْ رَقِيباً }
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً  يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمالَكمْ ويَغْفِرْ لَكمْ ذُنوبَكُمْ ومَن يُطِعِ اللهَ ورَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً}
أما بعد،فإن أصدق الحديث كلام الله وخير الهدي هدي محمد وشر الأمور  محدثاتها وكلّ محدثة بدعة ، وكل بدعة ضلالة ، وكل ضلالة في النار .

Sesungguhnya segala puji hanya milik Allah Azza wa Jalla  Yang kita memuji-Nya, kita memohon pertolongan dan pengampunan dari-Nya, yang kita memohon dari kejelekan jiwa-jiwa kami dan keburukan amal-amal kami. Saya bersaksi bahwasanya tiada Ilah yang Haq untuk disembah melainkan Ia Azza wa Jalla dan tiada sekutu bagi-Nya serta Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Salam adalah utusan Allah Azza wa Jalla.


Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan islam”. (QS Ali 'Imran : 102)



Wahai sekalian manusia bertakwalah kepada Tuhanmu yang menciptakanmu dari satu jiwa dan menciptakan dari satu jiwa ini pasangannya dan memperkembangbiakkan dari keduanya kaum lelaki yang banyak dan kaum wanita. Maka bertaqwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan peliharalah hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah senantiasa menjaga dan mengawasimu”. (QS An-Nisaa’ : 1)




Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar niscaya Ia akan memperbaiki untuk kalian amal-amal kalian, dan akan mengampuni dosa-dosa kalian, dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya maka baginya kemenangan yang besar”. (QS Al-Ahzaab : 70-71)

Adapun setelah itu, sesungguhnya sebenar-benar kalam adalah Kalam Allah Azza wa Jalla dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Salam. Sedangkan seburuk-buruk suatu perkara adalah perkara yang mengada-ada (muhdats) dan tiap-tiap muhdats itu Bid’ah dan tiap kebid’ahan itu neraka tempatnya.[1]
Masalah hajr, tabdi’, tahdzir dan semisalnya adalah permasalahan yang tidak ada habisnya. Fenomena ini terus menerus ada dan semakin lama semakin berkembang subur. Uniknya, fenomena ini berkembang di tengah-tengah barisan orang-orang yang berintisab (berafiliasi) dengan ahlus sunnah. Padahal ahlus sunnah dikenal akan cirinya yang berijtima’ (bersatu) sedangkan ahlul bid’ah dikenal dengan cirinya yang berpecah belah.
Di tanah air kita ini, orang-orang yang mengaku sebagai salafiyun tidaklah sedikit. Namun, pengakuan adalah suatu hal yang mudah, dan pengakuan belaka tanpa diiringi dengan bukti adalah sekedar pengakuan kosong belaka. Sebagaimana seorang penyair pernah berkata:

Ad-Da’awi ma lam tuqiimu ‘alaiha
bayyinatin abna’uha ad’iyaa’
Seorang pengaku-ngaku yang tidak ditopang di atasnya
Keterangan maka hanyalah pengaku-ngakuan belaka

Sesungguhnya, fenomena yang buruk ini, yaitu saling mentahdzir, menghajr, mencela dan mentabdi’ di antara barisan ahlus sunnah adalah suatu hal yang buruk dan berimplikasi negatif bagi perkembangan dakwah ini. Islam dan para ulamanya berlepas diri dari sikap-sikap seperti ini. Banyak para ahli ilmu yang membantah dan membatalkan pemikiran dan pemahaman baru yang merasuk ke barisan ahlus sunnah ini. Di antara mereka adalah Al-Allamah al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullahu.
Risalah ini adalah terjemahan dari ceramah Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullahu yang semula kami terjemahkan dari versi Inggris yang berjudul To The Muslim Youth : Fatwaas of Shaykh Naasirud-Din rahimahullahu yang diterjemahkan oleh Al-Ustadz Abu Aminah Bilal Philips[2] hafizhahullahu. Setelah itu kami muroja’ahkan dengan kaset aslinya. Kami memiliki kaset ini yang merupakan hasil rekaman ulang yang direpro oleh L-Data, Jakarta, dengan judul Man huwa al-Kafir wa man huwa al-Mubtadi’, yang sayang sekali kualitas suaranya tidak begitu baik.
Sebagai amanat ilmiah, Kami juga berpegang pada beberapa buku yang mencuplik sebagian transkrip rekaman ini sebagai perbandingan, diantaranya sebagai berikut :
  1. Al-Manhajus Salafiy ‘inda asy-Syaikh Nashiruddin al-Albani, Penyusun : Syaikh ‘Amru ‘Abdul Mun’im Salim, tanpa penerbit dan tahun, hasil fotokopi dari Ma’had Al-Furqon Gresik.
  2. Albani dan Manhaj Salaf” (terj. Al-Manhajus Salafiy ‘inda asy-Syaikh Nashiruddin al-Albani), Pent. Ahmad Yuswaji, Lc., Penerbit : Najla Press, cet. I, Oktober 2003.
  3. Muzilul Ilbas, Hukum Mengkafirkan dan Membid’ahkan”, (terj. Muziul Ilbas fil Ahkam ‘alan Naasi) Penyusun : Sa’id bin Shabir ‘Abduh, Pent. Nurkhalis, Lc., Penerbit : Griya Ilmu, Cet. I, September 2005.
  4. Lerai Pertikaian Sudahi Permusuhan”, Penyusun : al-Akh al-Ustadz Abu ‘Abdil Muhsin Firanda bin ‘Abidin, Penerbit : Pustaka Cahaya Islam, Cet. I, Februari 2006.

[1]. Kalimat ini disebut dengan khutbatul haajah, shahih diriwayatkan dari Rasulullah r oleh Nasa'i (III/104), Ibnu Majah (I/352/1110), Abu Dawud (III,460/1090). Lihat Al-Wajiz fi Fiqhis Sunnah karya Syaikh Abdul Azhim Badawi hal. 144-145.
[2]. Beliau adalah salah seorang da’i senior yang menyeru kepada al-Qur’an dan as-Sunnah serta madzhab salaf yang terkenal di Eropa. Beliau lahir di Jamaika namun tinggal dan besar di Kanada. Beliau masuk Islam pada tahun 1972. Pada tahun 1979, beliau menyelesaikan program diploma bahasa Arab di Fakultas Ushulud Dien, Universitas Islam Madinah. Beliau menyelesaikan gelar magisternya di Fakultas Tarbiyah Universitas Riyadh pada tahun 1985 dan gelar doktoralnya sebagai Ph.D (Doctor of Phylosophy) pada tahun 1994 di Universitas Wales. Beliau pernah mengajar di sekolah swasta di Riyadh lebih dari 10 tahun, dan selama 3 tahun beliau pernah mengajar di Jurusan Pendidikan Islam, Universitas Islam Syarif Kabunsuan di Kotabato, Mindanao, Filipina.
Semenjak tahun 1994, beliau mendirikan dan memimpin Pusat Informasi Islam di Dubai, Uni Emirat Arab dan Departemen Literatur Asing Darul Fatah Islamic Press di Sharjah, Uni Emirat Arab. Beliau memiliki banyak karangan dan tulisan yang sangat bermanfaat. Beliau adalah orang yang sangat tawadhu’ dan lapang dada di dalam menerima masukan dan kritikan. Beberapa fitnah dari sebagian salafiyun menimpanya dan menuduhnya dengan tuduhan yang bermacam-macam, mulai dari tamyi’, quthbiy, ikhwaniy, dan semisalnya. Namun, amal dan tulisan-tulisannya menunjukkan bahwa tuduhan-tuduhan itu pada hakikatnya tidaklah benar. Dan apabila benar, maka beliau akan menerimanya dengan lapang dada dan ruju’ darinya…
Kami pernah menanyakan perihal al-Ustadz Abu Aminah hafizhahullahu kepada Syaikh Ali Hasan al-Halabi hafizhahullahu (beliau sering memberikan ceramah di Eropa dan pernah bertemu dengannya) pada saat kami berada di mobil ketika akan pergi ke Masjjid al-Muhajirin Malang beberapa waktu silam. Kami bertanya kepada beliau, “wahai syaikh apakah Anda mengenal Abu Aminah Bilal Philips, salah seorang dari Kanada?”. Beliau menjawab, “na’am…” Kami bertanya lagi kepada beliau, “bagaimana pandangan Anda terhadap beliau?”, maka syaikh menjawab, “Jayyid, seorang yang baik…”, Kami bertanya kembali, “apakah dia ahlus sunnah salafiy?” syaikh menjawab, “thab’an (tentu), salafiy jayyid…”, Kami kembali menukas kepada beliau, “karena banyak fitnah dan tuduhan yang menimpa dirinya dan disebarkan di internet…”, Syaikh tersenyum dan berkata yang intinya menasehatkan supaya kami tidak terlalu ambil pusing dengan fitnah-fitnah di internet, kemudian beliau menceritakan keadaan dakwah salafiyah di Eropa yang tidak jauh beda dengan Indonesia… Selain Ustadz Abu Aminah, kami juga menanyakan tentang Ustadz Abu Saifillah dari Luton-Inggris dan Ustadz Abu Usamah adz-Dzahabi dari QSS (Qur’an Sunnah Society), Toronto Kanada. Dan beliau memuji semua orang-orang ini. Falillahil Hamdu.
Namun, amal dan tulisan-tulisannya menunjukkan bahwa tuduhan-tuduhan itu pada hakikatnya tidaklah benar. Dan apabila benar, maka beliau akan menerimanya dengan lapang dada dan ruju’ darinya…
Kami pernah menanyakan perihal al-Ustadz Abu Aminah hafizhahullahu kepada Syaikh Ali Hasan al-Halabi hafizhahullahu (beliau sering memberikan ceramah di Eropa dan pernah bertemu dengannya) pada saat kami berada di mobil ketika akan pergi ke Masjjid al-Muhajirin Malang beberapa waktu silam. Kami bertanya kepada beliau, “wahai syaikh apakah Anda mengenal Abu Aminah Bilal Philips, salah seorang dari Kanada?”. Beliau menjawab, “na’am…” Kami bertanya lagi kepada beliau, “bagaimana pandangan Anda terhadap beliau?”, maka syaikh menjawab, “Jayyid, seorang yang baik…”, Kami bertanya kembali, “apakah dia ahlus sunnah salafiy?” syaikh menjawab, “thab’an (tentu), salafiy jayyid…”, Kami kembali menukas kepada beliau, “karena banyak fitnah dan tuduhan yang menimpa dirinya dan disebarkan di internet…”, Syaikh tersenyum dan berkata yang intinya menasehatkan supaya kami tidak terlalu ambil pusing dengan fitnah-fitnah di internet, kemudian beliau menceritakan keadaan dakwah salafiyah di Eropa yang tidak jauh beda dengan Indonesia… Selain Ustadz Abu Aminah, kami juga menanyakan tentang Ustadz Abu Saifillah dari Luton-Inggris dan Ustadz Abu Usamah adz-Dzahabi dari QSS (Qur’an Sunnah Society), Toronto Kanada. Dan beliau memuji semua orang-orang ini. Falillahil Hamdu.

HAKIKAT BID’AH & KUFUR 2-2



Sekapur Sirih
2/2
Di dalam buku-buku ini ada beberapa cuplikan transkrip (termasuk terjemahannya). Kami tidak berpegang pada terjemahan ini kecuali sebagai perbandingan saja. Perlu diketahui bahwa ada kesalahan-kesalahan penterjemahan pada buku-buku terjemahan di atas (selain referensi no. 4 di atas), sebagai contohnya sebagai berikut :

  • Dalam buku al-Manhajus Salaf ‘indal Albani hal. 93, dikatakan bab ash-Sholatu wat Tarahum ‘ala ahlil bida’ (Sholat dan mendo’akan rahmat bagi ahli bid’ah), namun dalam buku terjemahnnya “Albani dan Manhaj Salaf”, Ustadz Ahmad Yuswaji menterjemahkan dengan “Sholat dan Silaturrahim dengan Ahlul Bid’ah” (hal. 87). Padahal sungguh jauh makna antara tarahum dengan sillaturrahim.
  • Dalam buku al-Manhajus Salaf ‘indal Albani hal. 90, tentang penyebutan pepatah Syam dikatakan, Anta musakkirun wa ana mubaththilun (Jika kamu menutup pintu masjid maka aku tidak sholat), terjemahan al-Ustadz Firanda adalah tepat (lihat hal. 135 “Lerai Pertikaian) dan al-Ustadz Abu Aminah yang menterjemahkan “You’re Closed so I droped the prayer”, namun Ust. Abu Muqbil Ahmad Yuswaji menterjemahkan dengan “kamu pemabuk dan aku pelaku kebatilan” (lihat hal. 85 “Albani dan Manhaj Salaf”), dimana mungkin ustadz membaca musakkir sebagai muskir, dan maknanya adalah jauh.
  • Dalam “Muzilul Ilbas” (terj) hal. 269, tentang syair yang dinukil oleh Syaikh al-Albani yang berbunyi Awradahaa Sa’dun wa Sa’dun Musytamil… Ma Hakadza Ya Sa’du Tuuradul ‘Ibil (Sa’ad ingin menggiring unta sedangkan dirinya berselimut, Bukanlah demikian wahai Sa’ad caranya menggiring unta), Penterjemah buku ini, Ust. Nurkhalis menterjemahkan dengan Mereka maksudkan itu Sa’ad padahal Sa’ad itu beragam, tidak demikian wahai Sa’ad cara menggembala Unta.
Dan masih ada lagi beberapa yang mana bukanlah hal ini tujuan risalah ini sekarang. Juga, hal ini menunjukkan bahwa manusia itu tidak ada yang sempurna, karena manusia itu tempatnya alpa dan lupa. Sehingga apa yang saya lakukan pun pasti juga banyak kesalahannya melebihi dari  mereka-mereka para penterjemah tersebut yang ilmu dan kapabilitasnya jauh dari saya.[3]
Ada suatu hal yang menarik dan perlu dicermati di sini, Ustadz Abu Muqbil Ahmad Yuswaji, Lc. adalah orang yang sudah kita kenal sebagai salah seorang da’i ahlus sunnah (bersama Ust. Ja’far Sholih dkk di Jakarta) yang cukup aktif menterjemah buku, diantaranya –yang kami ketahui- adalah Tanwiiru azh-Zhulumaat bikasyfi Mafaasid wa Sybuhaat al-Intikhobaat karya Fadhilatus Syaikh Muhammad Abdillah ar-Rimi dengan judul “Menggugat Demokrasi dan Pemilu” yang diterbitkan oleh Darul Hadits dan Mahajjatul Baidha’ fi Himayaatis Sunnatil Gharraa’ karya Fadhilatus Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali dengan judul “Obyektifitas dalam mengkritik” yang diterbitkan oleh Cahaya Tauhid Press.
Selain itu, kami juga melihat beliau memiliki terjemahan yang diterbitkan oleh penerbit Azzam Group semisal Najla press. Diantaranya adalah buku “Albani dan manhaj salaf” tersebut di atas dan “Manhaj Ahlus Sunnah dalam bersikap terhadap penguasa dan pemerintah” karya Fadhilatus Syaikh Abdus Salam Barjas Alu Abdul Karim (judul asli : Mu’amalatul Hukkam fi Dhou’il Kitaabi was Sunnah).
Masih teringat dengan jelas akan sikap sebagian orang yang satu “haluan” dengan Ustadz Yuswaji, yang mengkritik bahkan mencela penerbit-penerbit yang bukan berasal dari mereka. Penerbit-penerbit selain penerbit mereka dikatakan sebagai ‘racun’ dan mereka juga mencela ustadz-ustadz salafiyin yang bukunya diterbitkan oleh penerbit semisal Pustaka Ibnu Katsir dan semisalnya. Padahal penerbit ini (Ibnu Katsir) jauh lebih baik daripada penerbit Najla Press yang bukunya masih ‘campur baur’.
Yang paling “parah” lagi adalah al-Ustadz Abu Hamzah Yusuf dari Bandung, beliau menulis buku "Aku Melawan Teroris : Sebuah Kedustaan Atas Nama Ulama Ahlussunnah[4] yang diterbitkan oleh CMM (Centre for Moderate Muslim) tahun 2005[5]. Padahal CMM itu adalah penerbit yang berhaluan “liberal” yang berusaha memerangi Islam “fundamentalis” menurut definisi mereka. Lantas, maukah saudara-saudara kita yang senang menghujat dan mencela dengan gegabah tanpa landasan syar’i ini mau kembali dan ruju’ ke manhaj yang haq?!
Semoga risalah yang sederhana dan amal kami yang ringan ini dapat memberikan manfaat bagi kaum muslimin, terutama saudara-saudara kami salafiyun, dan semoga apa yang kami lakukan ini dapat menjadi bekal bagi kami sebagai amal yang shalih di akhirat kelak, dimana anak dan harta tidaklah berfaidah bagi kami melainkan hati yang salim.
Segala kesalahan dan kekurangan adalah berasal dari diri kami pribadi dan syaithan, oleh karena itu tegur sapa, kritik dan saran yang membangun sangatlah kami harap dari pembaca budiman sekalian. Dan segala kebenaran yang ada adalah dari Alloh Subhanahu wa Ta’ala murni, dan janganlah para pembaca budiman menolak kebenaran ini hanya karena berasal dari kami yang lemah dan banyak salah ini.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبح وسلم


Semoga sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarganya dan kepada sahabat-sahabatnya.
Malang, 25 Juli 2006
Al-Faqir ila ‘afwa Robbihi
Abu Salma al-Atsari



[3]. Syaikh Muhammad as-Subayyil (Imam dan Khathib Masjid Nabawi) pernah ditanya tentang buku-buku yang ditulis ahlus sunnah namun ada kesalahan di dalamnya dan ada beberapa pemuda yang melarang membaca buku tersebut, maka syaikh menjawab : “Hal ini tidak benar, tidak ada seorangpun yang bebas dari kesalahan. Selama buku tersebut tidak dipenuhi oleh kesalahan dan mengandung banyak manfaat, walaupun kesalahannya ada di sana sini, maka ambillah yang haq dan tinggalkanlah yang salah. Alloh Ta’ala berfirman : “Jika sekiranya al-Qur’an ini bukan dari sisi Alloh, maka niscaya mereka akan mendapatkan pertentangan di dalamnya.
[4]. Bicara tentang buku “Aku Melawan Teroris”, kami teringat dengan buku yang ditulis oleh al-Ustadz al-Fadhil Luqman bin Muhammad Ba’abduh yang berjudul “Mereka Adalah Teroris” (Pustaka Qoulan Sadida, Cet. I, Oktober 2005). Secara umum, buku ini sarat dengan faidah dan manfaat di dalam menjawab syubuhat kaum takfiriyin. Namun sayangnya di sisi lain, ada beberapa hal yang perlu mendapatkan “perhatian khusus”, dan bukanlah di sini pembahasannya.
Kami hanya ingin sedikit memberikan uneg-uneg terhadap satu masalah yang disebutkan oleh al-Ustadz di dalam bukunya, yaitu pada hal. 368, tentang persaksian tokoh-tokoh besar dunia –baik kawan maupun lawan- dalam sejarah atas kemuliaan Raja ‘Abdul Aziz bin Abdurrahman al-Faishal Alu Su’ud. Di sini beliau hanya menukil lima orang saja, dan dari kelima ini, beliau menyebutkan pada orang ketiga (poin C) adalah Rasyid Ridha. Yang menarik di sini, al-Ustadz memberikan footnote sebagai berikut : “Dia adalah seorang tokoh berpemikiran Mu’tazilah yang menolak hadits-hadits ahad dalam masalah aqidah dan manhaj. Kita angkat persaksian dia untuk menunjukkan bahwa fihak lawanpun mengakui ketinggian kedudukan al-Malik Abdul Aziz Ali Su’ud.” Menariknya lagi, dari kelima tokoh yang disebutkan hanya Syaikh Rasyid Ridha saja yang dikomentari sebagai lawan (dakwah salafiyah), mungkin inilah alasan mengapa al-Ustadz memberikan kata –baik kawan maupun lawan- di sub judul bukunya.
Al-Ustadz mungkin sengaja perlu memberikan footnote khusus kepada Syaikh Rasyid Ridha rahimahullahu untuk menjaga agar jangan sampai para pembaca bukunya menganggap dirinya (Rasyid Ridha) sebagai ahlus sunnah dan pembelanya (dan juga mungkin karena alasan historis pertikaian yang terjadi dahulu). Ada beberapa mulahadhot (catatan) yang perlu kami berikan, sebagai bentuk nasehat dan klarifikasi terhadap ucapan ustadz ini.
1. Kenapa al-Ustadz hanya memberikan footnote peringatan terhadap Syaikh Rasyid Ridha saja? Padahal di dalam bukunya, beliau menyebutkan beberapa orang yang sebenarnya merupakan lawan dakwah, namun beliau diamkan. Jika demikian, maka konsistensi al-Ustadz perlu dipertanyakan. Seperti misalnya pada hal. 160, footnote no. 92, al-Ustadz berkata : “Kitab az-Zuhd… tahqiq Habiburrahman al-A’zhami…”, apakah al-Ustadz tidak tahu siapa Habiburrahman al-A’zhami dan bagaimana permusuhannya terhadap ahlus sunnah? Kami yakin al-Ustadz telah mengetahuinya. Bagi para pembaca yang ingin mengetahui siapa Habiburrahman ini, bisa membaca “Silsilah Bantahan Ilmiah Kedua Terhadap Tuduhan Dusta Hizbut Tahrir” (dalam blog kami http://dear.to/abusalma) dan buku ”Albani dihujat” karya al-Akh al-Ustadz Abu ’Ubaidah Yusuf as-Sidawi.
2. Klaim al-Ustadz di atas menyelisihi apa yang ditulis oleh para ulama yang lebih ’alim dan lebih faham tentang Rasyid Ridha dibandingkan al-Ustadz, berikut ini akan kami nukilkan beberapa saja, karena apabila kami nukilkan semua, niscaya risalah ini akan menjadi semakin panjang dan keluar dari konteks tujuan risalah ini disebarkan.
  • Al-Allamah Al-Albani rahimahullahu berkata tentang Sayyid Rasyid Ridha rahimahullahu : ”Sayyid Rasyid Ridha rahimahullahu mempunyai jasa yang besar terhadap dunia Islam secara umum dan khususnya salafiyun. Semuanya ini kembali kepada eksistensinya sebagai sebagai da’i yang langka yang telah menyebarkan manhaj salaf di seluruh penjuru dunia melalui majalahnya al-Manar.... dst.” Kemudian beliau melanjutkan, ”Maka pada kesempatan yang baik ini saya pun menulis kalimat ini agar dapat dibaca dan diketahui oleh siapa saja yang sampai kepadanya tulisan ini, bahwasanya berkat karunia Alloh, lalu beserta apa yang aku berada di atasnya mulai dari aku berittijah (menuju) kepada pemahaman salafiyah, hingga memisahkan hadits-hadits shahih dan dha’if, semuanya ini, jasa dan keutamaannya yang pertama, kembali kepada Sayyid Muhammad Rasyid Ridha rahimahullahu melalui beberapa edisinya al-Manar...” (Hayatul Albani, oleh Muhammad Ibrahim asy-Syaibani, hal. 400-4001).
  • Fadhilatus Syaikh Sholih al-’Abud hafizhahullahu (mantan rektor Univ. Islam Madinah) berkata : ”Beliau (Rasyid Ridha) memilki sifat-sifat terpuji, tulisan-tulisan yang munshif (adil) dan penjelasan-penjelasan tentang kebenaran al-Haq dalam majalahnya yang besar al-Manar yang terbit selama bertahun-tahun. Dan beliau menyebarkan semua itu sebagai suatu pembelaan yang mulia terhadap dakwah salaf sholih, dan tidaklah beliau terdorong untuk membelanya melainkan lantaran pengaruh aqidah salaf sholih...” (Áqidah Syaikh Muhammad bin Abd Wahhab as-Salafiyyah wa atsaruha fil ’Alamil Islami, Syaikh Sholih al-’Abud, hal. 683).
  • Syaikh Ahmad bin Hajar Alu Buthami rahimahullahu berkata : ”Benar-benar dakwah yang diberkahi ini turut menyebar di Hadhramaut dan Jawa dengan perantara Syaikh Rasyid Ridha dan didirikannya Jum’iyyah Al-Irsyad di sana yang mengajak kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah, memberantas bid’ah dan khurofat yang selaras dengan mabda’ Syaikh Muhammad bin ’Abd Wahhab” (Syaikh Muhammad bin Abd Wahhab, Syaikh Ahmad Alu Buthami).
Dan masih banyak lagi persaksian para ulama kepada Syaikh Rasyid Ridha. Bahkan Syaikh Sa’ad al-Hushayin dalam majalah Salafiyah, (no. 4, th. 1419-20) dalam artikel beliau yang berjudul Haqiqotu Da’wah al-Imam Muhammad bin ’Abdil Wahhab, dalam sub judul Mu’allafat Ahlus Sunnah al-Mu’aashiriina fiihi (Tulisan-tulisan ahlus sunnah zaman ini tentang Syaikh Muhammad bin Abd Wahhab), pada nomor ke-4, beliau menyebutkan : ’Allamah asy-Syaam wa Mishr Muhammad Rasyid Ridha. Sungguh, apabila Rasyid Ridha adalah sebagaimana yang dituduhkan oleh al-Ustadz Ba’abduh, maka tidak mungkin para ulama ini akan menyebut Sayyid Rasyid Ridha sebagaimana di atas, atau jangan-jangan  ilmu al-Ustadz lebih tinggi dari para ulama ini sehingga mereka tidak tahu akan kesalahan-kesalahan Sayyid Rasyid Ridha yang diketahui oleh al-Ustadz Ba’abduh. Karena bagaimanapun juga, mereka tidak mungkin menyebutkan dengan nada pujian tanpa mengetahui kesalahan-kesalahan Rasyid Ridha. Dan mereka pun tidak memberikan komentar ataupun footnote semisal al-Ustadz... wallahul muwaafiq



Akhlak Rasulullah dan Kewajiban Berpedoman Pada Hadits

Karya: Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu

Akhlak Rasulullah


Akhlak Rasululloh Shallallahu'alaihi wasallam adalah Al-Quran, membenci apa yang dibenci Al-Quran dan merasa senang dengan apa yang disenanginya. Tidak dendam dan marah kepada seorang kecuali jika melakukan hal-hal yang diharamkan Allah sehingga kemarahannya karena Allah [Baca lebih Lanjut]


Rasululloh Shallallahu'alaihi wasallam adalah orang yang paling sayang dan hormat kepada para sahabatnya, memberi tempat lapang kepada mereka jika kesempitan, memulai salam kepada orang yang dijumpai, dan jika berjabat tangan dengan seseorang tidak pernah melepaskan sebelum orang tersebut melepaskan diri [Baca lebih Lanjut]

Allah mengutus Rasulnya, Muhammad Shallallahu'alaihi wasallam, sebagai rahmat bagi seluruh alam, Beliau mengajak orang-orang arab dan seluruh manusia kepada hal-hal yang menjadi kebaikan dan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat [Baca lebih Lanjut]


Allah Ta'ala Berfirman:
Katakanlah : jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu! Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Ali Imran : 31) [Baca lebih Lanjut]

"Saya sungguh telah meninggalkan sesuatu kepadamu yang apabila hal itu kamu pegang teguh, tidak akan sesat selamanya, yaitu kitab Allah dan sunnah Rasulnya" [Baca lebih Lanjut]

Kewajiban Berpegang pada Hadits
Setiap imam empat yang melakukan ijtihad sesuai dengan hadits yang telah sampai kepadanya, maka terjadinya perbedaan pendapat antara mereka bisa jadi dikarenakan ada imam yang sudah mendengar hadits tertentu sementara imam yang lain belum mendengar hadits tersebut [Baca lebih Lanjut]


Berikut ini disebutkan beberapa pendapat imam mazhab yang dapat menjelaskan kebenaran kepada para pengikut mereka [Baca lebih Lanjut]


لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ فَيَقْتُلُهُمْ الْمُسْلِمُونَ


لَعَنَ اللَّهُ النَّامِصَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ

Biografi Penulis

Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu lahir di kota Halb, Suria pada tahun 1344 H atau tahun 1920 M. Sejak kecil beliau sudah senang mempelajari ilmu-ilmu agama. Hafal Al-Qur'an di usia belasan tahun. [Baca lebih Lanjut]


ads1 Lebel1

Shoutmix


ShoutMix chat widget